Kamis, 25 Desember 2014

Tarikh al-hadlarah al-islamiyah



1.        1.  Mengapa rennaisance islam itu muncul pada abad 10 ?
Jawaban
Selama ini masih banyak orang memahami bahwa kebangkitan dunia Eropa (renaissance) adalah berkat kecemerlangan tokoh-tokoh eropa pada abad 12-16 Masehi. Anselmus, Thomas Aquinas, Roger Bacon, Galileo, Descartez dianggap sebagai pencetus kebangkitan eropa tanpa pengaruh peradaban lain. Eropa di sebut-sebut sebagai abad kegelapan adalah pada sekitar abad 5-10 Masehi. Renaissance terjadi pada abad ke 9 – 12 karena Peradaban merupakan inti dari maju mundurnya suatu negara ataupun agama.
Di sisi lain, sekitar abad 6 Masehi timbul peradaban baru yang berkembang begitu cepat. Hanya dalam waktu kurang dari 25 tahun Muhammad SAW mampu merombak kehidupan barbar menjadi peradaban yang Gemilang (sebuah kota yang dilandasi oleh persamaan hak, sistem musyawarah dll), seorang utusan Allah yang tidak kenal budaya membaca dan menulis. Dimulai semenjak turunnya wahyu yang pertama surat Al-'alaq, dimana dalam ayat tersebut dimulai dengan perintah untuk membaca dengan keimanan terhadap adanya Tuhan Yang Menciptakan dari segumpal darah, Membaca dengan mempercayai Bahwa Rabbmu adalah Yang Maha Pemurah, Yang mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui, Sampai penaklukan peradaban-peradaban lain yang berkuasa dengan kesewenang-wenangan terhadap rakyatnya. Selama kurun waktu tersebut, munculah ribuan manusia yang hidup untuk mencari ilmu pengetahuan. Awalnya yang menjadi kajian pokok adalah Al-Quran dan Sunnah, selanjutnya melalui perdagangan dan juga penaklukan terhadap peradaban lain, mulailah umat Islam menemukan ilmu-ilmu keduniaan. Mulailah terjadi hubungan peradaban antara dunia Islam dengan peradaban Persia, India, Cina dan Yunani melalui Romawi.
Saat para tentara Islam memasuki wilayah-wilayah peradaban lain, mulailah mereka menemukan literatur-literatur ilmiah. Mereka juga melihat teknologi yang dikembangkan peradaban lain. Mulailah umat Islam mempelajari, mengkritisi dan mengembangkannya. Pemikiran Plato, aristoteles dan filosof lainnya dari Yunani dikritisi oleh Ilmuwan Islam. Berbagai teknik dan peralatan sederhana yang ditemukan di peradaban lain dipelajari dan dikembangkan. Setiap pemikir dan pengembang menuliskan ide-idenya dalam ratusan halaman buku. Hingga terkumpulah puluhan ribu buku yang ditulis tangan dalam perpustakan-perpustakaan yang tersebar di wilayah kekuasaan Islam pada Abad Ke-10 Masehi.
Telah muncul pula karya-karya teknologi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Mulai dari Aljabar, Metode pembedahan kedokteran, Teknologi jam air, kompas, Metode perhitungan dalam astronomi, metode ruang gelap sebagai cikal bakal fotografi, optik, Teori kimia sampai model awal penerbangan. Sementara itu penaklukan terhadap bangsa-bangsa lain terus dilancarkan oleh Dinasti Abbasiyah, khususnya ke wilayah Eropa. Dari sini mulailah keingintahuan masyarakat Eropa tentang Islam terus berkembang. Mulailah dunia Eropa belajar pada dunia Islam. Transfer Pemikiran dan IPTEK pun mulai terjadi. Bangsa Eropa mulai belajar karya-karya dari Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Ibnu Rusyd, dan ilmuwan lainnya. Tetapi sayangnya dominasi gereja begitu kuat saat itu, sehingga pengembangan ilmu begitu lamban di dunia Eropa. Baru lima abad kemudian, ketika seorang filosof yang bernama Descartez mengemukakan metode cogito (keraguan) sekitar tahun 1640 dan tidak diapa-apakan oleh tokoh-tokoh gereja, barulah perkembangan Ilmu di dunia Eropa mulai berkembang Pesat. Mulailah Abad Pencerahan di Dunia Eropa (Renaissance). Bahkan sebenarnya menurut Will Durrant, George Sarton, Thomas Goldstein dan Robert Briffault bahwa semua sains modern utama ditemukan oleh sarjana-sarjana dari dunia Islam. Sains Eropa gagal mengembangkannya. Tampaknya baru setelah revolusi Industri, perkembangan IPTEK di Dunia Eropa sangat Pesat.
Semangat yang dibangun dalam Renaissance adalah humanisme, individualisme, lepas dari agama, empirisme dan rasionalisme. Inilah yang membedakan Tradisi Ilmiah Eropa dan Tradisi Ilmiah Islam. Tradisi ilmiah Eropa ingin melepas dari kungkungan gereja (pemikiran agama), sementara Tradisi Ilmiah Islam berangkat dari Agama. Tradisi Ilmiah Eropa berangkat dari Humanisme yaitu bahwa manusia mampu mengatur dirinya sendiri, sementara Tradisi Ilmiah Islam bertolak dari keyakinan bahwa Alam ini adalah sebagai tanda-tanda kekuasaanNya. Tradisi ilmiah Eropa berlandaskan pada empirisme (yang kasat indera) dan Rasionalisme (akal) semata, Sementara Tradisi Ilmiah Islam menggunakan metode Bayani (berlandaskan pada Al-Quran dan Sunnah), Burhani (empiris rasional) dan Irfani (Intuitif).
Tapi sungguh sayang, di dunia Islam sendiri semenjak penyerbuan tentara mongol yang menghancurkan pusat-pusat Ilmu Pengetahuan telah meredupkan semangat tradisi Ilmiah. Ditambah lagi perpecahan kekuasaan semakin memperparah keadaan. Saat dunia Eropa mengalami perkembangan pesat IPTEK, sementara dunia Islam terkungkung dalam kemunduran. Mulailah babak baru penaklukan dunia Eropa terhadap bangsa lain termasuk dunia Islam. Melalui peta-peta dari Dunia Islam bangsa eropa melakukan penjelajahan dan melakukan kolonialisasi (penjajahan).
2.    Apa dan bagaimana proses inkorporasi persia dan yunani dalam peradaban islam zaman Umayyah dan zaman Abbasiyah ?
Jawaban
Perubahan karakter kekhalifahan Abbasiyah yang mewujud kedalam 3 pembacaan, yaitu transformasi politik, sosial dan ideologis. Yang ditandai dengan perubahan politik dari Umayyah ke Abbasiyah, perubahan struktur sosial sebagai konsekuensi logis dari masuknya tradisi Persia dan Yunani ke dalam peradaban Abasiyah, perebutan kuasa pengetahuan dari ulama oleh khalifah sehingga melahirkan konflik otoritas yang berujung pada marginalisasi ulama.
Transformasi politik merupakan perubahan kekuasaan dari Umayyah pada Abbasiyah, yang disebut revolusi rakyat. Pada rentang waktu 700-750, gerakan oposisi atas nama agama Islam yang dipimpin Abu Abbas al-Saffa berhasil menggulingkan pemerintahan Umayyah yang sekularistik menuju kekhalifahan Abbasiyah yang berbasis Islam.
Transformasi sosial Abbasiyah mengalami proses konstruksi dari 2 sumber, yaitu peradaban Persia dan yunani. Pengaruh Persia mengalami konstruksi di Abbasiyah bermula dari kebutuhan pada SDM Persia dalam bidang pemerintahan dan militer. Kehadiran tenaga kepemerintahan Persia dibangun di atas kerangka evaluasi terhadap kebijakan privilege Arab warisan Umayyah. Perkembangan doktrin privilege Quraysh ini pada zaman Abbasiyah melahirkan konsep kekhalifahan autokratik, bahwa khalifah berkuasa atas nama kehendak Tuhan.
Kebijakan Abbasiyah yang pro-Persia pada gilirannya melahirkan sejumlah implikasi. Awalnya, kebijakan itu mengakibatkan mobilisasi komunitas Persia ke dalam masyarakat Abbasiyah. Perubahan ibu kota kekhalifahan dari Damaskus ke Bagdad memperkuat mobilisasi kalangan sekretaris dalam pemerintahan Abbasiyah. Sejak zaman Umayyah, mereka bekerja dalam birokrasi di gubernuran Irak, karena keahlian dalam bidang pemerintahan sebagai warisan dari Sassania. Pada akhir zaman Umayyah muncul peraturan bahwa that all secretaries should be Muslim, maka dengan sendirinya kelas turunan sekretaris dituntut memenuhi kriteria itu sehingga banyak birokrat Persia menjadi Muslim dan dengan sendirinya mobilisasi mereka menjadi lebih mudah. Dengan perubahan tersebut, mereka tidak lagi berada pada level provinsi, tetapi secara otomatis berada pada level pemerintah pusat sehingga mereka memiliki kesempatan lebih besar untuk membangun relasi kuasa dengan khilafah.
            Mobilisasi tersebut melahirkan struktur sosial baru Abbasiyah dalam mana kaum kuttab atau secretaries yang didominasi keluarga Barmaki memasuki stratifikasi elit dalam struktur kuasa kekhalifahan Abbasiyah. Barmaki menjadi penting sebagai pemimpin birokrasi, politik dan budaya. Sehingga dengan demikian, keluarga Barmaki menjadi kelompok penekan (pressure grup) yang kuat dalam tubuh Abbasiyah.
            Lahirnya elit baru dalam stratifikasi sosial abbasiyah yang disebut komunitas birokrat atau sekretaris ternyata tidak saja melahirkan pengaruh signifikan dalam bidang sosial, tetapi juga dalam bidang budaya.
            Penyerapan tradisi Yunani yang disebut Hellenisme ke dalam peradaban Islam memperkuat kelahiran elit baru vis a vis elit ulama Abbasiyah yang mengakibatkan tersisihnya elit ulama Sunni dalam struktur sosial kekhalifahan Abbasiyah.
            Inkorporasi tradisi intelektual Hellenisme ke dalam tradisi intelektual kekhalifahan Islam yang ditandai dengan munculnya berbagai ilmu pengetahuan dalam Islam merupakan bukti untuk penyerapan unsur-unsur asing ke dalam peradaban Islam.
            Dirumuskan bahwa transformasi sosial kekhalifahan yang membawa masuk pengaruh Persia dan Hellenisme ke dalam Abbasiyah melahirkan perubahan struktur sosial Abbasiyah ke dalam 3 stratifikasi sosial baru, yaitu kelas menengah berbasis Persia baik kalangan militer dan kalangan birokrasi, serta kalangan Muktazilah dan kelas bawah berbasis Arab yang di dalamnya kaum ulama Sunni yang sebelumnya pada zaman Umayyah berada pada posisi elit. Tersisihnya status sosial aristokrat Arab oleh kaum birokrat Persia dalam stratifikasi sosial Abbasiyah membuat elit Arab.
Kehadiran Barmaki sebagai inkorporator peradaban Persia ke dalam Abbasiyah ternyata tidak saja melahirkan struktur sosial baru yang disebut kelompok secretaries, tetapi juga membawa paham authokratik dalam sistem kekhalifahan Abbasiyah.
Dari sudut pandang Hellenisme, paham authokratik yang masuk ke dalam peradaban Abbasiyah sebenarnya bertentangan dengan kebebasan berfikir yang biasa diusung oleh kaum Ahl al-Ra’y.


3.    Mengapa umayyah hancur sedangkan utsmaniyah bertahan ?                                   Jawaban
Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembang kerajaan Turki Utsmani. Keadaan ini dapat dilihat dari kurun waktu terpanjang dalam sejarah Islam bahkan ia satu dari negara Islam yang terbesar dan negara Islam yang paling tahan dari segala tantangan zaman.
Pada masa sultan Muhammad II dapat menyerbu dan menaklukkan Konstantinopel. Dengan kemenangan ini Kerajaan Turki Usmani dapat menjadi negara adikuasa Islam, yang akhirnya dapat mencapai puncak kejayaanya pada masa Sultan Sulaiman I di awal abad ke 16 M. Sultan Sulaiman I dalam melakukan Ekspansi tidak menuju kea rah satu saja, tetapi juga mengarahkan tentaranya ke benua Eropa, Asia dan Afrika. Kekuatan perang Turki Usmani menjadi lebih kuat lagi pada waktu mereka menguasai teknologi persenjataan modern serti senjata api, meriam dan sejenisnya.
Pada masa Turki Utsmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang ialah Tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua Tarekat ini banyak yang dianut oleh kalangan sipil dan militer.
Islam di Spanyol tidak bertahan lama dan runtuh dikarenakan Pada periode kekuasaan Bani Umayyah Damaskus  (711 – 755) Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol. Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan.
Sedangkan islam di Balkan tetap bertahan dikarenakan Balkan merupakan kawasan kedua yang menerima kedatangan Islam di Eropa Selatan selepas Andalusia Spanyol,  dengan perbedaan bahwa tidak ada lagi sisa peradaban Islam yang agung di Andalusia selain bangunan-bangunan megah dengan ciri Islam dan beberapa muslimin di kawasan ini. Sedangkan di kawasan Balkan, umat Islam hadir  secara mencolok. Mayoritas warga Balkan  etnis Albania  adalah muslimin. Demikian juga umat Islam merupakan  bagian  terbesar  dari  penduduk  Bosnia  Herzegovina. Sementara itu di negara-negara lain kawasan Balkan, minoritas umat Islam masih cukup berperan mencolok di tengah penduduk negara-negara tersebut. Posisi geografis Balkan merupakan salah satu faktor utama dan yang membuka peluang pengenalan rakyat Balkan kepada agama Islam. Pengenalan mereka kepada Islam ini bermula dari sebelum perluasan imperium Utsmani ke Eropa selatan di abad ke-15 Masehi.
Keberadaan kawasan Balkan diantara negara-negara Islam dan Romawi Kristen merupakan peluang pertama pengenalan rakyat di kawasan ini dengan umat Islam lewat perdagangan. Perdagangan kaum Iliri penduduk Balkan dengan umat Islam Arab, Persia dan Turki merupakan kesempatan kehadiran para pedagang muslim di kota-kota pelabuhan laut Adriatik bahkan ke kawasan yang lebih jauh dari pantai laut ini. Kepingan uang emas dan perak Arab yang telah ditemukan oleh para arkeolog dan kisah perjalanan yang telah ditulis pada era ini membuktikan hal tersebut. Pada masa lalu transaksi jual beli merupakan tujuan pertama para pedagang.
Perang-perang berdarahpun terjadi antara tentara Utsmani dengan orang-orang Serbia, yang kini dianggap oleh orang-orang serbia sebagai sejarah kepahlawanan mereka. Dengan kemenangan tentara Ustmani, bermulalah imigrasi berbagai kelompok Kristen ke arah kawasan utara Balkan. Imigran ini berlaku dimana sebagian besar penduduk kawasan tersebut telah memeluk agama Islam dan banyak dari mereka memilih untuk tinggal di samping umat Islam, meski sebagai pengungsi. Perselisihan sejarah terpenting antara cendikiawan Serbia dengan cendikiawan Muslim di kawasan Balkan, khususnya kawasan Kosovo dan Bosnia Herzegovina.
 Hal yang diyakini dari sudut pandang sejarah ialah bahwa pemerintah Utsmani sejak awal abad ke 15 hingga awal abad ke 20 memerintah sebagian besar dari tanah Balkan dengan penuh kekuatan dan meninggalkan pengaruh yang mendalam di kawasan ini dari sisi sosial.