1.
1. Mengapa rennaisance islam itu muncul pada abad 10 ?
Jawaban
Selama ini
masih banyak orang memahami bahwa kebangkitan dunia Eropa (renaissance) adalah
berkat kecemerlangan tokoh-tokoh eropa pada abad 12-16 Masehi. Anselmus, Thomas
Aquinas, Roger Bacon, Galileo, Descartez dianggap sebagai pencetus kebangkitan eropa tanpa pengaruh peradaban lain. Eropa di sebut-sebut sebagai abad kegelapan
adalah pada sekitar abad 5-10 Masehi. Renaissance
terjadi pada abad ke 9 – 12 karena Peradaban merupakan inti
dari maju mundurnya suatu negara ataupun agama.
Di sisi lain,
sekitar abad 6 Masehi timbul peradaban baru yang berkembang begitu cepat.
Hanya dalam waktu kurang dari 25 tahun Muhammad SAW mampu merombak kehidupan
barbar menjadi peradaban yang Gemilang (sebuah kota yang dilandasi oleh persamaan
hak, sistem musyawarah dll), seorang utusan Allah yang tidak kenal budaya
membaca dan menulis. Dimulai semenjak turunnya wahyu yang pertama surat
Al-'alaq, dimana dalam ayat tersebut dimulai dengan perintah untuk membaca
dengan keimanan terhadap adanya Tuhan Yang Menciptakan dari segumpal darah,
Membaca dengan mempercayai Bahwa Rabbmu adalah Yang Maha Pemurah, Yang
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui, Sampai penaklukan
peradaban-peradaban lain yang berkuasa dengan kesewenang-wenangan terhadap
rakyatnya. Selama kurun waktu tersebut, munculah ribuan manusia yang hidup
untuk mencari ilmu pengetahuan. Awalnya yang menjadi kajian pokok adalah
Al-Quran dan Sunnah, selanjutnya melalui perdagangan dan juga penaklukan
terhadap peradaban lain, mulailah umat Islam menemukan ilmu-ilmu keduniaan.
Mulailah terjadi hubungan peradaban antara dunia Islam dengan peradaban Persia,
India, Cina dan Yunani melalui Romawi.
Saat para
tentara Islam memasuki wilayah-wilayah peradaban lain, mulailah mereka
menemukan literatur-literatur ilmiah. Mereka juga melihat teknologi yang
dikembangkan peradaban lain. Mulailah umat Islam mempelajari, mengkritisi dan
mengembangkannya. Pemikiran Plato, aristoteles dan filosof lainnya dari Yunani
dikritisi oleh Ilmuwan Islam. Berbagai teknik dan peralatan sederhana yang
ditemukan di peradaban lain dipelajari dan dikembangkan. Setiap pemikir dan pengembang menuliskan
ide-idenya dalam ratusan halaman buku. Hingga
terkumpulah puluhan ribu buku yang ditulis tangan dalam
perpustakan-perpustakaan yang tersebar di wilayah kekuasaan Islam pada Abad
Ke-10 Masehi.
Telah muncul
pula karya-karya teknologi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Mulai dari
Aljabar, Metode pembedahan kedokteran, Teknologi jam air,
kompas, Metode perhitungan dalam astronomi, metode ruang gelap sebagai cikal bakal
fotografi, optik, Teori kimia sampai model awal penerbangan. Sementara itu penaklukan terhadap bangsa-bangsa
lain terus dilancarkan oleh Dinasti Abbasiyah, khususnya ke
wilayah Eropa. Dari sini mulailah keingintahuan masyarakat Eropa tentang Islam terus berkembang. Mulailah dunia
Eropa belajar pada dunia Islam. Transfer Pemikiran dan IPTEK pun mulai
terjadi. Bangsa Eropa mulai belajar karya-karya dari Ibnu Sina, Al-Khawarizmi,
Ibnu Rusyd, dan ilmuwan lainnya. Tetapi sayangnya dominasi gereja begitu kuat
saat itu, sehingga pengembangan ilmu begitu lamban di dunia Eropa. Baru lima
abad kemudian, ketika seorang filosof yang bernama Descartez mengemukakan
metode cogito (keraguan) sekitar tahun 1640 dan tidak diapa-apakan oleh
tokoh-tokoh gereja, barulah perkembangan Ilmu di dunia Eropa mulai berkembang
Pesat. Mulailah Abad Pencerahan di Dunia Eropa (Renaissance). Bahkan sebenarnya
menurut Will Durrant, George Sarton, Thomas Goldstein dan Robert Briffault
bahwa semua sains modern utama ditemukan oleh sarjana-sarjana dari dunia Islam. Sains Eropa gagal
mengembangkannya. Tampaknya baru
setelah revolusi Industri, perkembangan IPTEK di Dunia Eropa sangat Pesat.
Semangat yang
dibangun dalam Renaissance adalah humanisme, individualisme, lepas dari agama,
empirisme dan rasionalisme. Inilah yang membedakan Tradisi Ilmiah Eropa dan
Tradisi Ilmiah Islam. Tradisi ilmiah Eropa ingin melepas dari kungkungan gereja
(pemikiran agama), sementara Tradisi Ilmiah Islam berangkat dari
Agama. Tradisi Ilmiah Eropa berangkat dari Humanisme yaitu bahwa manusia mampu
mengatur dirinya sendiri, sementara Tradisi Ilmiah Islam bertolak dari keyakinan
bahwa Alam ini adalah sebagai tanda-tanda kekuasaanNya. Tradisi ilmiah Eropa
berlandaskan pada empirisme (yang kasat indera) dan Rasionalisme (akal) semata,
Sementara Tradisi Ilmiah Islam menggunakan metode Bayani (berlandaskan pada Al-Quran dan Sunnah), Burhani (empiris rasional)
dan Irfani (Intuitif).
Tapi sungguh
sayang, di dunia Islam sendiri semenjak penyerbuan tentara mongol yang
menghancurkan pusat-pusat Ilmu Pengetahuan telah meredupkan semangat tradisi
Ilmiah. Ditambah lagi perpecahan kekuasaan semakin memperparah keadaan. Saat
dunia Eropa mengalami perkembangan pesat IPTEK, sementara dunia Islam
terkungkung dalam kemunduran. Mulailah
babak baru penaklukan dunia Eropa
terhadap bangsa lain termasuk dunia Islam. Melalui peta-peta dari Dunia Islam
bangsa eropa melakukan penjelajahan dan melakukan kolonialisasi (penjajahan).
2.
Apa dan bagaimana proses inkorporasi persia dan yunani dalam
peradaban islam zaman Umayyah dan
zaman Abbasiyah ?
Jawaban
Perubahan karakter kekhalifahan Abbasiyah yang mewujud kedalam 3
pembacaan, yaitu transformasi politik, sosial dan ideologis. Yang ditandai
dengan perubahan politik dari Umayyah ke Abbasiyah, perubahan struktur sosial
sebagai konsekuensi logis dari masuknya tradisi Persia dan Yunani ke dalam
peradaban Abasiyah, perebutan kuasa pengetahuan dari ulama oleh khalifah
sehingga melahirkan konflik otoritas yang berujung pada marginalisasi ulama.
Transformasi politik merupakan perubahan kekuasaan dari Umayyah pada
Abbasiyah, yang disebut revolusi rakyat. Pada rentang waktu 700-750, gerakan
oposisi atas nama agama Islam yang dipimpin Abu Abbas al-Saffa berhasil
menggulingkan pemerintahan Umayyah yang sekularistik menuju kekhalifahan
Abbasiyah yang berbasis Islam.
Transformasi sosial Abbasiyah mengalami proses konstruksi dari 2 sumber,
yaitu peradaban Persia dan yunani. Pengaruh Persia mengalami konstruksi di
Abbasiyah bermula dari kebutuhan pada SDM Persia dalam bidang pemerintahan dan
militer. Kehadiran tenaga kepemerintahan Persia dibangun di atas kerangka
evaluasi terhadap kebijakan privilege Arab warisan Umayyah. Perkembangan
doktrin privilege Quraysh ini pada zaman Abbasiyah melahirkan konsep
kekhalifahan autokratik, bahwa khalifah berkuasa atas nama kehendak
Tuhan.
Kebijakan Abbasiyah yang pro-Persia pada gilirannya melahirkan sejumlah
implikasi. Awalnya, kebijakan itu mengakibatkan mobilisasi komunitas Persia ke
dalam masyarakat Abbasiyah. Perubahan ibu kota kekhalifahan dari Damaskus ke
Bagdad memperkuat mobilisasi kalangan sekretaris dalam pemerintahan
Abbasiyah. Sejak zaman Umayyah, mereka bekerja dalam birokrasi di
gubernuran Irak, karena keahlian dalam bidang pemerintahan sebagai warisan dari
Sassania. Pada akhir zaman Umayyah muncul peraturan bahwa that all
secretaries should be Muslim, maka dengan sendirinya kelas turunan
sekretaris dituntut memenuhi kriteria itu sehingga banyak birokrat Persia
menjadi Muslim dan dengan sendirinya mobilisasi mereka menjadi lebih mudah.
Dengan perubahan tersebut, mereka tidak lagi berada pada level provinsi, tetapi
secara otomatis berada pada level pemerintah pusat sehingga mereka memiliki
kesempatan lebih besar untuk membangun relasi kuasa dengan khilafah.
Mobilisasi tersebut melahirkan
struktur sosial baru Abbasiyah dalam mana kaum kuttab atau secretaries
yang didominasi keluarga Barmaki memasuki stratifikasi elit dalam struktur
kuasa kekhalifahan Abbasiyah. Barmaki menjadi penting sebagai pemimpin
birokrasi, politik dan budaya. Sehingga dengan demikian, keluarga Barmaki
menjadi kelompok penekan (pressure grup) yang kuat dalam tubuh
Abbasiyah.
Lahirnya elit baru dalam
stratifikasi sosial abbasiyah yang disebut komunitas birokrat atau
sekretaris ternyata tidak saja melahirkan pengaruh signifikan dalam bidang
sosial, tetapi juga dalam bidang budaya.
Penyerapan tradisi Yunani yang
disebut Hellenisme ke dalam peradaban Islam memperkuat kelahiran elit baru vis
a vis elit ulama Abbasiyah yang mengakibatkan tersisihnya elit ulama Sunni
dalam struktur sosial kekhalifahan Abbasiyah.
Inkorporasi tradisi
intelektual Hellenisme ke dalam tradisi intelektual kekhalifahan Islam yang
ditandai dengan munculnya berbagai ilmu pengetahuan dalam Islam merupakan bukti
untuk penyerapan unsur-unsur asing ke dalam peradaban Islam.
Dirumuskan bahwa transformasi sosial
kekhalifahan yang membawa masuk pengaruh Persia dan Hellenisme ke dalam
Abbasiyah melahirkan perubahan struktur sosial Abbasiyah ke dalam 3
stratifikasi sosial baru, yaitu kelas menengah berbasis Persia baik kalangan
militer dan kalangan birokrasi, serta kalangan Muktazilah dan kelas bawah
berbasis Arab yang di dalamnya kaum ulama Sunni yang sebelumnya pada zaman
Umayyah berada pada posisi elit. Tersisihnya status sosial aristokrat Arab oleh
kaum birokrat Persia dalam stratifikasi sosial Abbasiyah membuat elit Arab.
Kehadiran Barmaki sebagai inkorporator peradaban Persia ke dalam
Abbasiyah ternyata tidak saja melahirkan struktur sosial baru yang disebut
kelompok secretaries, tetapi juga membawa paham authokratik dalam
sistem kekhalifahan Abbasiyah.
Dari sudut pandang Hellenisme, paham authokratik yang masuk ke dalam
peradaban Abbasiyah sebenarnya bertentangan dengan kebebasan berfikir yang
biasa diusung oleh kaum Ahl al-Ra’y.
3.
Mengapa umayyah hancur sedangkan utsmaniyah bertahan ? Jawaban
Setelah
Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan
politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Keadaan politik umat Islam
secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan
berkembang kerajaan Turki Utsmani. Keadaan
ini dapat dilihat dari kurun waktu terpanjang dalam sejarah Islam bahkan ia
satu dari negara Islam yang terbesar dan negara Islam yang paling tahan dari
segala tantangan zaman.
Pada masa sultan
Muhammad II dapat menyerbu dan menaklukkan Konstantinopel. Dengan kemenangan
ini Kerajaan Turki Usmani dapat menjadi negara adikuasa Islam, yang akhirnya
dapat mencapai puncak kejayaanya pada masa Sultan Sulaiman I di awal abad ke 16
M. Sultan Sulaiman I dalam melakukan Ekspansi tidak menuju kea rah satu saja,
tetapi juga mengarahkan tentaranya ke benua Eropa, Asia dan Afrika. Kekuatan
perang Turki Usmani menjadi lebih kuat lagi pada waktu mereka menguasai
teknologi persenjataan modern serti senjata api, meriam dan sejenisnya.
Pada
masa Turki Utsmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat yang paling
berkembang ialah Tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua Tarekat ini banyak
yang dianut oleh kalangan sipil dan militer.
Islam di Spanyol tidak
bertahan lama dan runtuh dikarenakan Pada periode kekuasaan Bani Umayyah Damaskus (711 – 755) Spanyol berada di bawah
pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di
Damaskus.
Pada periode ini
stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna,
gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar.
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang tidak pernah tunduk
kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang
lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol.
Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari
luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan
di bidang peradaban dan kebudayaan.
Sedangkan islam di
Balkan tetap bertahan dikarenakan Balkan merupakan kawasan kedua yang menerima
kedatangan Islam di Eropa Selatan selepas Andalusia Spanyol, dengan
perbedaan bahwa tidak ada lagi sisa peradaban Islam yang agung di Andalusia selain
bangunan-bangunan megah dengan ciri Islam dan beberapa muslimin di kawasan
ini. Sedangkan di kawasan Balkan, umat Islam hadir secara mencolok. Mayoritas warga
Balkan etnis Albania adalah muslimin. Demikian juga umat Islam
merupakan bagian terbesar
dari penduduk Bosnia
Herzegovina. Sementara itu di negara-negara lain kawasan Balkan,
minoritas umat Islam masih cukup berperan mencolok di tengah penduduk
negara-negara tersebut. Posisi geografis Balkan merupakan salah satu faktor
utama dan yang membuka peluang pengenalan rakyat Balkan kepada agama
Islam. Pengenalan mereka kepada Islam ini bermula dari sebelum perluasan imperium Utsmani ke Eropa selatan di
abad ke-15 Masehi.
Keberadaan kawasan
Balkan diantara negara-negara Islam dan Romawi Kristen merupakan peluang
pertama pengenalan rakyat di kawasan ini dengan umat Islam lewat perdagangan.
Perdagangan kaum Iliri penduduk Balkan dengan umat Islam Arab, Persia dan
Turki merupakan kesempatan kehadiran para pedagang muslim di kota-kota
pelabuhan laut Adriatik bahkan ke kawasan yang lebih jauh dari pantai laut ini.
Kepingan uang emas dan perak Arab yang telah ditemukan oleh para arkeolog
dan kisah perjalanan yang telah ditulis pada era ini membuktikan hal
tersebut. Pada masa lalu transaksi jual beli merupakan tujuan pertama para
pedagang.
Perang-perang berdarahpun
terjadi antara tentara Utsmani dengan orang-orang Serbia, yang kini
dianggap oleh orang-orang serbia sebagai sejarah kepahlawanan mereka.
Dengan kemenangan tentara Ustmani, bermulalah imigrasi berbagai kelompok
Kristen ke arah kawasan utara Balkan. Imigran ini berlaku dimana sebagian
besar penduduk kawasan tersebut telah memeluk agama Islam dan banyak dari
mereka memilih untuk tinggal di samping umat Islam, meski sebagai pengungsi. Perselisihan sejarah
terpenting antara cendikiawan Serbia dengan cendikiawan Muslim di kawasan
Balkan, khususnya kawasan Kosovo dan Bosnia Herzegovina.
Hal yang diyakini dari sudut pandang sejarah
ialah bahwa pemerintah Utsmani sejak awal abad ke 15 hingga awal abad ke
20 memerintah sebagian besar dari tanah Balkan dengan penuh kekuatan dan
meninggalkan pengaruh yang mendalam di kawasan ini dari sisi sosial.